Pada dasarnya Desa Gelgel tidak dapat dilepaskan sejarahnya dengan Pura Dasar Bhuana yang dibangun diatas bekas ashram Mpu Ghana oleh Mpu Dwijaksara (1267 M) sebagai bentuk penghormatan terhadap Mpu Ghana, seorang Brahmana yang memiliki jasa besar terhadap perkembangan agama Hindu di pulau Bali. Mpu Ghana tiba di Bali pada masa pemerintahan (suami-istri) Shri Dharmo Udayana Warmadewa dan Gunapraya Gharmapatni yang berkuasa dan memerintah Bali pada tahun tahun 988 - 1011 Masehi. Beliau adalah seorang penganut sekte Ghanapatya yang seumur hidup menjalankan ajaran Sukla Brahmacari yakni tidak menjalani masa Grahasta. Pura Dasar Bhuana adalah Pura Dang Kahyangan yang merupakan pusat penyungsungan catur warga yang berasal dari soroh/clan : Satria Dalem, Maha Gotra Sanak Sapta Rsi, Mahasamaya Warga Pande dan Klan Brahmana Siwa.
EKSPEDISI MAJAPAHIT BALI
Keberhasilan Ekspedisi Kerajaan Majapahit ke pulau Bali pada tahun 1342 M, ditindaklanjuti oleh Maha Patih Gajah Mada dengan menempatkan serta menugaskan Para Arya (Panglima Perang) nya lengkap dengan para pasukannya masing-masing pada tahun 1343 M sebagai sebagai penguasa wilayah “Amanca Agung” sebagai berikut :
Sira Arya Kuthawaringin di Gelgel
Sira Arya Kenceng di Tabanan
Sirarya Belog, di Kabakaba
Sirarya Gajah Para di Tianyar
Sirarya Dalancang di Kapal
Sirarya Belentong di Pacung
Sirarya Sentong di Carangsari
Sirarya Kanuruhan Singasardula di Tangkas
Kryan Punta di Mambal
Kryan Jrudeh di Tamukti
Kryan Tumenggung di Patemon
Arya Demung Wangbang Kediri di Kretalangu
Arya Sura Wangbang Lasem di Sukahet
Arya Wangbang Mataram tidak menetap di suatu tempat
Arya Melel Cengkrong di Jembrana
Arya Pamacekan di Bondalem
KEKUASAAN AWAL
Arya Kuthawaringin keturunan Shri Airlangga dari garis Shri Jayabhaya dikukuhkan sebagai Penguasa Wilayah/Amanca Agung Gelgel (Gapusa), dimana wilayah kekuasaannya meliputi : Gelgel, Kamasan, Tojan, Pantai Klotok, Dukuh Nyuhaya, Kacangpaos, Siku dan Klungkung, serta membangun Keraton yang disebut “Puri Jero Agung” berlokasi di sebelah utara Pura Dasar Bhuana disertai pasukannya sebanyak 5000 orang. Arya Kuthawarungin melanjutkan membangun Pura Kahyangan Dalem Desa yang juga disebut Dalem Jagat, yang pada saat ini disebut sebagai Pura Dalem Tugu, konon Pura Tugu ini adalah tempat Para Arya berikrar dalam rangka suksesi Shri Agra Samprangan (Ida Dalem Ille) ke adiknya Ida Shri Semara Kepakisan (Ida Dalem Ketut Ngelesir). Beliau Arya Kuthawaringin berputra ; Kyayi Klapodyana bergelar I Gusti Agung Bendesa Gelgel dikenal dengan sebutan I Gusti Kubontubuh, Kyayi Parembu, Kyayi Candi dan seorang putri yang bernama Ni Gusti Ayu Waringin.
Pada tahun 1350 M, Maharaja Majapahit Shri Aji Hayam Wuruk melantik seorang keturunan Brahmana bernama Shri Aji Kresna Ketut Kepakisan sebagai Adipati untuk wilayah Bali. Kedatangan beliau ke Bali pada tahun 1352 M diiringi oleh Arya Kepakisan, Arya Tan Kaur, Arya Tan Mundur dan Arya Tan Kober, dengan langsung menempati sebuah Puri Linggarsapura di Desa Samprangan Bali, bekas markas dari Maha Patih Gajah Mada. Shri Aji Kresna Kepakisan mengangkat Arya Kepakisan sebagai Maha Patih yang berasal dari satu desa yaitu Desa Pakis, Jawa Timur, mengangkat Arya Kuthawaringin sebagai Adi Patih dan Tumenggung, sekaligus tetap sebagai Amanca Agung Gelgel. Arya Wang Bang Penatih sebagai Demung dan mengangkat Arya Singa Sardula/Kanuruhan di Tangkas sebagai Sekretaris Dalem dan dibantu Arya-Arya lainnya. Beliau Shri Aji Kresna Kepakisan berputra-putri dari Istri Ni Gusti Ayu Raras putrinya Arya Gajah Para adalah : Shri Agra Samprangan (Dalem Ile), Dalem Tarukan, Dewa Ayu Wana dan Dalem Ketut Ngulesir, dan dari Istri Ni Gusti Ayu Waringin putrinya Arya Kuthawaringin lahir Ida Dewa Tegal Besung.
Shri Aji Kresna Ketut Kepakisan moksah pada tahun 1380 M, beliau digantikan oleh Shri Agra Samprangan, namun sangat disayangkan beliau Shri Agra Samprangan (Dalem Ile) tidak dapat menunjukkan kompetensi sebagai seorang penerus tahta yang cakap sehingga menyebabkan Kyayi Klapodyana/I Gusti Kubontubuh mengupayakan penyelamatan Hegemoni kekuasaan Majapahit-Bali, setelah bersepakat dan berikrar dengan Para Arya di Pura Dalem Tugu, kemudian mencari dan mendapatkan beliau Dalem Ketut Ngulesir di Desa Pandak, untuk memohon beliau berkenan menggantikan Ida Dalem Ille sebagai Adipati Bali. Kyayi Klapodyana/I Gusti Agung Bendesa Gelgel menghaturkan Istananya “Jero Agung” sebagai Puri Agung Gelgel tempat beliau memerintah.
RAJA PERTAMA HINGGA JAMAN KE’EMASAN
Pada tahun 1383 M, Ida Dalem Ketut Ngulesir resmi bertahta di Gelgel menempati Puri Suweca Linggarsapura bekas “Istana Jero Agung” Arya Kuthawaringin dengan gelar Abhiseka “Shri Aji Semara Kepakisan”. Dimana sebelumnya Kyayi Klapodyana/I Gusti Agung Bendesa Gelgel telah membangun “Jero Agung” baru di barat daya Puri Suweca Linggarsapura, disebelah utara Pura Tugu, diatas sebuah tegalan berisi pohon kelapa kemudian dikenal dengan sebutan I Gusti Kubontubuh.
Perpindahan pusat pemerintahan dari Samprangan ke Gelgel dengan serta-merta diikuti oleh perpindahan sebagian besar pejabat-pejabat Kerajaan ke Gelgel. I Gusti Nyuhaya putra Arya Kepakisan yang menjabat Maha Patih, I Gusti Brangsingha putra Arya Kanuruhan sebagai Sekretaris Dalem, serta pejabat-pejabat para Mantri dan Tanda Mantri lainnya berpindah dari Samprangan ke Gelgel. Hal itu menjadikan Gelgel secara cepat berkembang menjadi kota dan pusat kerajaan dan memperoleh kemajuan di segala bidang. Masa keemasan Gelgel “The golden age” terjadi pada masa pemerintahan Ida Dalem Waturenggong (1460M – 1550M), masa pemerintahan beliau dikenal dengan dilaksanakannya rekonstruksi tatanan pemerintahan dengan pelaksanaan ajaran Widisastra, rekonstruksi tananan masyarakat dalam konsep Tri-Wangsa dan berhasil memperluas wilayah kekuasaan Kerajaan Gelgel sampai ke sebagian wilayah Jawa Timur, Lombok dan Sumbawa.
KERUNTUHAN GELGEL
Masa keemasan Gelgel mulai memudar pada masa pemerintahan Dalem Bekung (1550M – 1580M), dengan munculnya pemberontakan Patih Kyayi Batanjeruk dan I Dewa Anggungan disusul oleh Pemberontakan Krian Pande Basha, namun berhasil dipadamkan. Keadaan tersebut kemudian ditindaklajuti dengan pengangkatan Dalem Anom Segening (1580M – 1665M) sebagai pengganti Dalem Bekung dan beliau berhasil mempertahankan pemerintahannya. Pada tahun 1665 M Ida Dalem Anom Pemayun naik tahta dan mengangkat Kyayi Madya Karang sebagai Patih Agung, Kyayi Lurah Abian Tubuh sebagai Patih Utama keturunan Arya Kuthawaringin, Kyayi Tangkas dan Brangsigha keturunan Arya Kanuruhan sebagai Patih Anom dan Sekretaris memicu ketidakpuasan bagi pihak-pihak yang kehilangan jabatan. Kriyan Maruti Dimade bermaksud untuk mengangkat Ida I Dewa/Dalem Dimade (Adik Ida Dalem Anom Pemayun) sebagai raja dikenal sebagai Pemberontakan Maruti I dan disikapi oleh Ida Dalem Anom Pemayun menyingkir ke Desa Purasi. Tahun 1665M Ida I Dewa Dimade naik tahta menjadi Raja bertahta di Gelgel. Beberapa lama kemudian, akhirnya Kriyan Maruti Dimade memberontak dan mengambil alih kekuasaan Ida Dalem Dimade dan mengakhiri kekuasaan Ida Dalem DiMade di Gelgel dikenal sebagai Pemberontakan Maruti II. Beliau Ida Dalem Dimade disertai Kyayi Lurah Abian Tubuh menyingkir ke Desa Guliang, Bangli dan wafat (1686 M).
I Gusti Agung Maruti berkuasa di Gelgel (1686M – 1704M) dan mengangkat Dukut Kretha sebagai Patih. Wilayah Bali menjadi tidak stabil, wilayah-wilayah bawahan seperti Buleleng, Bangli, Badung, Jembrana, Tabanan, Gianyar, Karangasem tidak mau mengakuai kekuasaannya dan berupaya melepaskan diri dengan membentuk pemerintahan sendiri-sendiri (Rajadoms)
Sri Agung Gede Jambe putra Ida Dalem Dimade (Guliang) dengan I Gusti Lurah Abian Tubuh-Kuthawaringin, Sri Agung Gede Ngurah putra Ida Dalem Anom Pemayun (Sidemen) dengan I Gusti Madya Karang-Kuthawaringin, I Gusti Tangkas Bias, I Gusti Brangsinga dibantu laskar Buleleng dan Badung menyerang dan merebut kembali Gelgel dari kekuasaan I Gusti Agung Maruti pada tahun 1704 M. I Gusti Agung Maruti diampuni oleh Ida I Dewa Agung Jambe dan diasingkan di Desa Kuramas diawasi oleh I Gusti Lurah Tubuh (Ki Nyanyap) dilanjutkan oleh Kyayi Bendesa Miber Abiantubuh.
Dengan porak-porandanya Gelgel, Sri Agung Gede Jambe memutuskan untuk membangun Puri baru kearah utara dari kota Gelgel dan diberi nama Puri Semarapura, beliau di abhiseka Ida I Dewa Agung Jambe pada tahun 1710 M berkedudukan di Semarajaya, Klungkung. I Gusti Lurah Abian Tubuh sebagai Pengabih setia di Pekandelan Klungkung. (Di seberang Puri Agung Klungkung, sebelah selatan Kertha Gosa, dan I Gusti Madya Karang di Desa Lebu. Sejak itu gelar “Dalem” tidak lagi digunakan bagi raja-raja yang memerintah di Kerajaan Klungkung. Gelar yang disandang oleh raja-raja Kelungkung kemudian disebut Ida I Dewa Agung, yang juga merupakan sesuhunan bagi raja-raja Bali. Namun demikian, Gelgel tetap sampai sekarang merupakan pusat bagi masyarakat Bali terkait, sejarah, agama, keleluhuran dan kebudayaan. Seperti halnya ada pura pasek gelgel dan pura dasar buana tersebut.
Dirangkum dari berbagai sumber.
Jika ada kekurangan ,penulis mohon maaf dan permakluman. Jika tambahan atas informasi diatas silahkan tulis dikolom komentar,admin akan tambahkan.
Terimakasih
No comments:
Post a Comment